Quantcast
Channel: Photo | Buddhazine | Berita Foto Agama Buddha Terkini
Viewing all 222 articles
Browse latest View live

Jalan-jalan ke Vihara Dhamma Sagara Yuk

$
0
0

Vihara ini beralamat di RT 03/ RW 02, Dusun Nglarangan, Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Jumlah umat Buddha di sini sekitar 265 orang.

Bangunan vihara diresmikan pada 2006 oleh Bhante Dhammasubho. Lihat foto-foto suasana vihara di bawah ini. Kita disuguhi oleh hamparan sawah, gunung, dan hawa yang sejuk.

The post Jalan-jalan ke Vihara Dhamma Sagara Yuk appeared first on BuddhaZine.


Bukan Karya Arsitek Profesional; Vihara di Perdesaan Tetap Sedap Dipandang

$
0
0

Tidak dirancang oleh arsitek profesional, bentuk bangunan vihara di perdesaan sebenarnya tidak kalah menarik dengan bangunan vihara di kota-kota yang dirancang oleh arsitek profesional.

Pada umumnya, bangunan vihara di perdesaan memang hanya dirancang oleh umat Buddha desa setempat. Kebanyakan tanpa perencanaan blue print berupa gambar matang.

Dalam proses pembangunannya juga dikerjakan secara gotong royong (kerja bakti) masyarakat setempat. Meskipun begitu hasilnya tak kalah nyaman untuk digunakan tempat sembahyang. Penampakannya juga tak kalah sedap untuk dipandang.

Kemegahan gaya arsitektur vihara-vihara di perdesaan sebenarnya pernah dilontarkan oleh Mendiang Sutar Soemitro – Pendiri BuddhaZine – dalam acara peringatan 7 tahun BuddhaZine, di Gombong tahun 2018 lalu.

Kang Sutar memang mempunyai perhatian khusus terhadap seni dan arsitektur, terutama vihara. “Vihara di desa-desa itu bentuknya keren-keren,” katanya waktu itu.

Coba kita buktikan dengan melihat Vihara Dhamma Sikhi yang berada di Dusun Batursari, Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Temanggung. Vihara ini berada ditengah permukiman warga.

Meskipun berada di perdesaan, vihara ini mempunyai fasilitas cukup lengkap. Di sana ada ruang Dhammasala utama sebagai tempat puja bakti, ruang serbaguna dan kuti bhikkhu.

Selain bentuk bangunan dan kelengkapan sarana puja, Vihara Dhamma Sikhi juga menjadi salah satu vihara dengan jumlah umat terbanyak di Kecamatan Kaloran sebelah utara. Dari 140 kepala keluarga di Dusun Batursari 84 keluarga memeluk agama Buddha. Kalau ditotal ada sekitar 324 jiwa umat Buddha di vihara ini.

The post Bukan Karya Arsitek Profesional; Vihara di Perdesaan Tetap Sedap Dipandang appeared first on BuddhaZine.

Vihara Dhamma Sundara ini lho, di Kota Solo!

$
0
0

Kota kecil namun menyumbangkan banyak tokoh bangsa. Itulah Solo. Contoh? Bagi kamu yang senang dengan sastra ada Sapardi Djoko Damono yang asalnya Solo. Kemudian kalau kamu suka dengan keroncong ada Gesang.

Meskipun kota kecil, ada banyak sekali keragaman budaya, kuliner, bangunan-bangunan bersejarah di Solo. Ada dua kraton di sini, dan masih banyak objek menarik lainnya.

Di Solo juga ada Vihara Dhamma Sundara, yang alamatnya di Jalan Ir. Juanda No.223B, Pucangsawit, Kec. Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah.

Viharanya luas, kamu akan disambut dengan suasana hening dan asri. Bangunan vihara ini memiliki puncak atap yang berbentuk limas dan dikelilingi empat buah limasan lain yang mengelilingi atap tersebut.

Di sini ada bangunan candi yang berwarna putih. Candi yang cantik dan indah ini memiliki sebuah stupa besar di puncaknya dan beberapa buah stupa yang berukuran lebih kecil berada di puncak-puncak bawahnya.

Ada patung Sundara Husea di depan candi putih. Siapakah beliau? Beliau adalah pendiri Vihara Dhamma Sundara. Patung itu diresmikan pada 24 Maret 2013, sebagai peringatan atas 3 tahun wafatnya Sundara Husea

Kamu kapan ke Solo, eh usai Corona yak

The post Vihara Dhamma Sundara ini lho, di Kota Solo! appeared first on BuddhaZine.

Pemuda Vihara Giri Santi Loka Berbagi Sembako di Dukuh Guwo

$
0
0

Hari Minggu (26/4/2020) di Dukuh Guwo, Jepara, para pemuda Vihara Giri Santi Loka melakukan kegiatan bakti sosial bertajuk kepedulian pada sesama. Dalam bakti sosial tersebut diberikan bantuan sembako, yang terdiri dari beras dan mie.

Bantuan sembako ditujukan kepada janda, duda, dan orang yang sudah tua yang berada di Dukuh Guwo. Total warga yang medapatkan bantuan sembako 80 orang, terdiri dari janda dan duda yang berada di Dukuh Guwo sebanyak 54 orang yang masing-masing mendapatkan bantuan berupa beras 10kg per orang dan 5 mie instan per orang.

Sebanyak 26 orang tua yang sudah terdata, berlatar belakang kurang mampu dari segi ekonomi dan fisik yang tidak lagi bugar. Masing masing dari mereka yang sudah tua mendapatkan 5kg beras per orang dan 5 mie instan per orang.

Kegiatan bakti sosial dengan membagikan sembako bertujuan untuk meringankan beban mereka, dan menanam jasa kebaikan. Selain itu kegiatan ini merupakan wujud kepedulian para pemuda Vihara Giri Santi Loka kepada masyarakat Dukuh Guwo yang benar-benar membutuhkan. Serta untuk membantu sesama di tengah kondisi yang sedang menimpa Indonesia saat ini. 

Seperti diketahui, kondisi sosial hingga mata pencaharian masyarakat terhambat karena pandemi Covid-19. Dari hal ini lah inisiatif pemuda Vihara Giri Santi Loka melakukan sinergitas dengan donatur untuk melakukan kegiatan sosial, hingga kemudian melakukan penggalangan dana.

Total dana yang terkumpul dari hasil penggalangan dana sebesar RP. 6.700.000. Dana tersebut terkumpul dari para pemuda rantau Vihara Giri Santi Loka, pemuda vihara dan para donatur yang lain.

Gotong royong menjadi dasar lancarnya kegiatan tersebut. Persiapan semuanya yang rapi mulai dari pembelian sembako, pengemasan hingga pendataan masyarakat yang akan dibantu terlaksana dengan baik.

Saat ini semua pihak bersatu demi mewujudkan keharmonisan untuk menolong sesama. Bukan seberapa besar bantuan yang diberikan, melainkan uluran tangan dan kepekaan, berempati kepada mereka yang membutuhkan, hal itu lebih mulia.

Waktu tepat menunjukkan pukul 14.00 WIB, para pemuda Vihara Giri Santi Loka berkumpul di rumah salah satu donatur acara bakti sosial ini untuk mendapatkan pembagian tugas saat membagikan beras dan mie instan tersebut.

Pembagian sembako tersebut dilakukan dengan cara mengangkutnya menggunakan kendaraan sepeda motor, dan mengantarkan sembako tersebut ke rumah masing-masing orang yang sudah di data. Ada sekitar 5 motor yang digunakan untuk kegiatan bakti sosial tersebut.

Satu motor dipakai ber boncengan 2 orang untuk mempermudah pembagian sembako tersebut. Sepeda motor tersebut mengangkut 3 karung beras dan 3 kantong plastik yang isinya 5 mie instan.

Harapan dari kegiatan sosial tersebut semoga senantiasa dapat bermanfaat. Tentunya bakti sosial ini perlu tindak lanjut lagi, tak hanya dalam bentuk pembagian sembako, namun juga bisa yang lainnya.

Hal tersebut tentunya memerlukan sinergitas dari berbagai pihak tentunya, donatur, pemuda, hingga perangkat desa, untuk saling gotong royong, guna membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Semoga bakti sosial tersebut dapat membawa kebahagian bagi semuannya.

The post Pemuda Vihara Giri Santi Loka Berbagi Sembako di Dukuh Guwo appeared first on BuddhaZine.

Vihara Kondanna Kebonagung yang Teduh

$
0
0

Vihara Kondanna Kebonagung beralamat di Dusun Kebonagung RT 1/ RW 1, Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Terdapat 50 umat Buddha di sini. Ketika BuddhaZine datang di vihara ini, tidak ada kegiatan apa-apa yang berlangsung. Hal itu dikarenakan kedatangan terjadi di saat yang memang sepi.

Tempatnya tenang dengan arsitektur yang sederhana, bangunannya sendiri tidak terlalu banyak memiliki ornamen di sana-sini. Vihara menjadi terasa teduh karena di belakang bangunan terdapat rumpun pohon bambu.

The post Vihara Kondanna Kebonagung yang Teduh appeared first on BuddhaZine.

Nengok Jizo yang Imut dan Warna-warni di Kuburan yang Sunyi

$
0
0

Di banyak pemakaman di Jepang, atau di tempat lain yang dikeramatkan, biasanya terdapat patung sosok semacam anak kecil gundul yang memakai celemek merah terang plus ketu rajutan. Figur ini seringkali memiliki wajah yang terlihat ceria, yang bahkan terkadang juga dipoles dengan make-up.

Ikon-ikon yang khas ini adalah Jizo, atau Jizo Bosatsu. Ini adalah ikonografi khas dari Bodhisattva Ksitigarbha yang telah menjadi bagian dari budaya Jepang selama berabad-abad.

Dalam Buddhisme Jepang, Jizo diyakini sebagai penjaga bagi para pelancong dan roh yang tersesat. Ia juga memiliki peran sebagai pelindung roh anak-anak, terutama mereka yang gugur dalam kandungan atau mereka yang meninggal pada usia muda.

Ketu maupun syal rajutan ditambahkan pada pratima Jizo sebagai bentuk penghormatan oleh para Buddhis di Jepang. Sementara celemek dipasang sebagai simbol bahwa Jizo memberikan perlindungan terhadap anak-anak.

Meskipun banyak jenis rona bisa dipakaikan dalam ornamen Jizo, warna yang paling umum adalah merah. Inilah warna dalam tradisi mitologis Jepang yang sering dipakai untuk proteksi dalam praktik kuno tolak bala.

Seiring waktu, warna merah mewakili energi dan kehidupan, seperti yang terlihat di gerbang kuil Shinto hingga Matahari Terbit dalam bendera nasional Jepang.

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.

The post Nengok Jizo yang Imut dan Warna-warni di Kuburan yang Sunyi appeared first on BuddhaZine.

Dalam Hening Waisak 2020

$
0
0

Puja bakti peringatan detik-detik Waisak 2564 BE/2020 digelar dengan sederhana oleh umat Buddha akibat pandemik Covid-19. Di perdesaan Temanggung, kebanyakan umat Buddha melakukan puja bakti Waisak bersama keluarga di rumah masing-masing. Yang menarik, pemimpin puja bakti memimpin dari vihara dengan pengeras toa.

Di Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Temanggung pemandangan sedikit terlihat berbeda. Tetap memperhatikan standar keamanan penularan Covid-19, umat Buddha melakukan puja bakti di area vihara, sekolah PAUD Saddhapala, juga menyebar di tanah-tanah kosong dengan tetap menjaga jarak aman dan memakai masker.

Sesuai dengan surat edaran Keluarga Buddhis Theravada Indonesia (KBTI), umat Buddha tak hanya melakukan puja bakti detik-detik Waisak yang terjadi pada hari Kamis, (7/5) pukul 17.44:51 WIB. Malam sebelum hari H Waisak, umat Buddha di seluruh vihara-vihara binaan KBTI juga membacakan Ratana Sutta semalam suntuk, secara bergiliran.

The post Dalam Hening Waisak 2020 appeared first on BuddhaZine.

Vesak Festival Surabaya 2020 Gaungkan Lawan Corona

$
0
0

Kamis 7 Mei 2020, bertepatan dengan Hari Raya Trisuci Waisak, seluruh paket sembako yang terkumpul disalurkan ke para keluarga yang terdampak masa darurat Corona.

Kegiatan ini dihadiri oleh; Bhante Nyana Dharmamaitri dari SAGIN, Romo Winata Tjokro dari KBTI, Sujoko Efferin dari KBI, Billy Joeswanto selaku Pembina dari Young Buddhist Association, Limanyono Tanto selaku Wakil Ketua Young Buddhist Association.

Semoga bantuan yang diberikan dapat berguna dan bermanfaat bagi teman-teman yang membutuhkan.

The post Vesak Festival Surabaya 2020 Gaungkan Lawan Corona appeared first on BuddhaZine.


Vihara Mahanama yang Indah

$
0
0

Vihara Mahanama berada di Dusun Semanding RT 1/ RW 11, Desa Candigaron, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Jumlah umat Buddha di sini kurang lebih ada 200’an.

Vihara didirikan pertama kali pada tahun 1984 kemudian direnovasi yang diresmikan pada 12 September 2015 oleh Bhikkhu Jotidhammo.

Permai kan? Berikut sajian dokumentasi dari BuddhaZine

The post Vihara Mahanama yang Indah appeared first on BuddhaZine.

Anjangsana ke Vihara Vidya Sasana

$
0
0

Vihara ini beralamat ada di Dusun Candi RT 1/ RW 6, Desa Candigaron, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Jumlah umat di sini kurang lebih 310 orang.

Vihara diresmikan pada 27 oktober 2012 oleh Bhikkhu Jotidhammo. Di dusun tempat vihara ini berada, masyarakatnha menganut beragam keyakinan seperti agama Islam, Buddha, Kristen, dan juga penghayat kepercayaan Sapta Darma.

The post Anjangsana ke Vihara Vidya Sasana appeared first on BuddhaZine.

Tahukah Guys Ini di Mana?

$
0
0

Pasti gak tahu kan? Vihara kecil mungil dan menggemaskan ini ada berada di Dusun Pencar, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Namanya Vihara Eka Sasana Surya guys.

Vihara yang diresmikan oleh Bhante Subhapanno Mahathera pada 13 September 2017 ini merupakan hasil pembangunan yang kedua kalinya. Sebelumnya di Dusun Pencar ada vihara di bawah lokasi vihara yang sekarang. Namun setelah sekian lama mulai rusak akhirnya umat membangun kembali vihara yang saat ini.

Ketika berkunjung ke vihara ini kita bisa merasakan udaranya yang sejuk dan suasana yang adem, melihat-lihat pemadangan area pertanian dan bukit-bukit yang berjejer panjang. Lokasi vihara ini berada di ujung atas Dusun Pencar, di lereng bukit.

Ceritanya gimana ya bisa ada vihara dan umat Buddha di Dusun Pencar?

Seperti kebanyakan dusun-dusun lain di Temanggung, era kebangkitan kembali agama Buddha di Temangung di mulai sejak sekitar tahun 1966/67.

Di Dusun Pencar sendiri agama Buddha mulai masuk pada tahun 1968 yang dipelopori oleh Romo Sugito. Hingga saat ini jumlah umat di Vihara Eka Sasana Surya kurang lebih ada 59 orang yang terbagi menjadi 27 KK.

Lebih menariknya lagi di vihara ini jadwal pujabhkati bukan lagi mingguan apa lagi bulanan lho, tapi setiap malam para umat melakukan pujabhakti. Keren kan? Tapi untuk saat pandemi seperti sekarang ini pujabhakti menjadi berkurang.

Kalau sebelum pandemi banyak umat yang rutin melakukan pujabhakti, saat ini hanya beberapa umat yang tetap melakukan pujabhakti dan tetap sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Corona.

The post Tahukah Guys Ini di Mana? appeared first on BuddhaZine.

Watu Gilang, Situs Monolith Berelief di Kawasan Jogja

$
0
0

Di kawasan Banguntapan, Bantul, terdapat warisan budaya unik bernama Situs Watu Gilang. Situs ini berupa potongan batu besar (monolith) yang terbuat dari jenis batuan tuffastone.

Bentuknya kotak dengan ukuran sisi sekitar 260 cm dan memiliki tinggi sekitar 100 cm. Ukuran permukaannya agak lebih kecil, sekitar 240 x 230 cm dan di tengahnya terdapat lubang berdiameter 18 cm yang dalamnya 15 cm.

Batu Gilang ini punya ukiran relief di keempat sisi. Tiap relief dipenuhi hiasan ukiran sulur-suluran dan ornamen bunga serta sepasang binatang dalam panel yang berbentuk kotak persegi.

Di dinding batu sisi utara terdapat ukiran binatang berupa ikan dan musang. Sisi timur terdapat ukiran sapi dan kambing. Sisi selatan dihiasi ukiran burung dan kuda. Sementara sisi barat ada relief ukiran berbentuk gajah dan kuda terbang, dengan sayapnya yang terkembang.

Sejarah dan asal-usul Situs Watu Gilang ini masih simpang siur sehingga fungsi/kegunaannya belum ada kejelasannya. Diduga batu berukir ini berasal dari era Mataram Hindu.

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.

The post Watu Gilang, Situs Monolith Berelief di Kawasan Jogja appeared first on BuddhaZine.

Singgah Vihara Kartika Kusala

$
0
0

Lokasinya ada di Dusun Gletuk Rt 3 / Rw 8, Desa Getas, Kaloran, Temanggung. Di sini jumlah umat Buddha ada 35 kk, kurang lebih 90 orang. Vihara diresmikan pada 16 April 2005 oleh Bhante Dhammasubho.

PSBB kini sudah agak dilonggarkan, tetapi kita harus tetap jaga kesehatan. Jaga jarak, cuci tangan, kenakan masker jika keluar rumah. Semoga selalu sehat.

The post Singgah Vihara Kartika Kusala appeared first on BuddhaZine.

Potret Lengkap Vihara Metta Lokha, Traji

$
0
0

Belum banyak yang tahu bahwa di Desa Traji, Kecamatan Parakan terdapat sebuah vihara kecil yang bersahaja. Di bangun di atas tanah bengkok kepala dusun vihara Metta Lokha telah menjadi tempat puja bakti puluhan tahun umat Buddha Desa Traji, dan sekitarnya.

Hingga kini setidaknya terdapat 15 kepala keluarga yang terdiri dari 29 jiwa umat Buddha yang rutin melakukan puja bakti tiap Rabu malam di vihara itu.

Vihara Metta Lokha terdiri atas dua bangunan. Dhammasala sebagai bangunan utama dan ruang serbaguna yang tampak sudah rapuh termakan usia.

Meskipun begitu tak menyurutkan umat di sana untuk tetap datang dan sembahyang di vihara ini. “Lha mbok ya korona, tetap ada sembahyang. Dengan jaga jarak, dan mengikuti prosedur pencegahan penularan virus korona,” kata Budi Harjo saat ditemui BuddhaZine, Selasa (9/6).

Mbah Bud – sapaan akrap Budi Harjo – merupakan generasi kedua umat Buddha di Desa Traji. Ia mengikuti jejak orang tuannya sebagai generasi pertama sejak berkembangnya agama Buddha di Desa Traji sekitar tahun 1962.

Ajaran Buddha Dharma yang dianggap sesuai dengan jalan hidupnya, membuat Mbah Bud tetap memegang ajaran Buddha meskipun tergolong minoritas di desa itu.

Berikut ini potret Vihara Metta Lokha.

The post Potret Lengkap Vihara Metta Lokha, Traji appeared first on BuddhaZine.

Gunung Candi; Kecanggihan Seni Leluhur Nusantara

$
0
0

Di Temanggung, situs ini memang tak setenar Situs Liyangan, Gondosuli, dan Candi Pringapus. Tinggalan sisa-sisa batu purbakala juga tak sebanyak candi-candi lainnya. Meskipun begitu situs ini memiliki daya tarik sendiri untuk dikunjungi.

Situs Gunung Candi berada di Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Situs ini berada di atas bukit yang rimbun dengan tanaman bambu. Tak jauh dari tempat ini juga banyak ditemukan situs-situs batuan purbakala yang tersebar di berbagai bukit di sekitarnya.

Yang menjadi menarik dari situs ini adalah keberadaan sebuah cakra dengan palang empat yang tidak dijumpai pada situs-situs lainnya. Cakra dengan palang empat itu ternyata juga ada dalam relief Candi Borobudur. Pada panel 35 pada relief Lalitavistara.

Pada relief itu tegambar sebuah bangunan kuil yang bagian atasnya terdapat cakra dengan empat palang. Sama persis dengan cakra tinggalan di situs Gunung Candi. Termasuk juga batu-batu yang terserak, hampir sama dengan gambar di relief itu. Yang membedakan di Gunung Candi terdapat sebuah Yoni, namun menurut informasi itu bukanlah Yoni in-situ. Tapi pindahan dari tempat lain.

Merujuk pada penjelasan Sutra Lalitavistara panel relief 35 disebutkan, setibanya beliau (Buddha) di kuil itu, tampak patung-patung Dewa Siva, Skanda, Narayana, Kubera, Candra, Surya, Vaisravana, Sakra, Brahma, berikut Empat Maharaja: Dhrtarastra, Virudhaka, Virupaksa, Kubera berdiri dan turun dari singgasana mereka, menghaturkan sungkem ke Bodhisattva.

Ini diartikan, semua Dewa mendukung niat Bodhisattva untuk memutar roda Dharma demi menghilangkan penderitaan semua makhluk.

The post Gunung Candi; Kecanggihan Seni Leluhur Nusantara appeared first on BuddhaZine.


Situs Setapan, Stupa yang Terserak

$
0
0

Masa pandemi seperti saat ini kadang menyisakan kejenuhan untuk tetap berdiam di rumah saja, tapi untuk bepergian pun belum berani apalagi ke perkotaan. Nampaknya menjalankan ide untuk blusukan ke area perkebunan ataupun perbukitan menjadi celah untuk sekedar melepas kejenuhan. Di bukit dan perkebunan tak ada kerumunan orang, kecuali nyamuk-nyamuk kebun yang tak pernah berpikir untuk social distance.

Pagi itu Selasa (9/06), dengan mengendarai sepeda motor, menempuh jarak 33 km menuju Desa Bagusan, Kecamatan Parakan, Temanggung. Di sana terdapat sebuah bukit yang lebih dari separuhnya telah rata dengan tanah untuk dijadikan area perumahan.

Disisakan segunduk tanah di ujung area. Bukan tanpa alasan gudukan itu disisakan, karena gudukan itu menopang serpihan-serpihan peninggalan leluhur masa silam. Tidak luas memang, mungkin hanya 20 m persegi.

Ketika melintas di pinggir area akan nampak sebuah plang bertuliskan “Situs Setapan” yang terpancang di atas gundukan, di bawah rimbun pohon bambu dan pohon-pohon perdu lainnya. Sejuk angin pegunungan, udara segar, dan pemandangan indah melingkupi seluruh kawasan. Mengiringi jejak langkah siapapun yang masuk ke area situs dengan menaiki tangga yang telah dibeton.

Bongkahan-bongkahan batu berlumut dan sebagian masih nampak berukir. Guratan-guratan pemahat masa lampau masih tetap menghiasi batu-batu yang sudah tak berbentuk sebagai kesatuan. Letak batu-batu itu berdiam pun sudah tak beraturan.

Tiga tahun silam, bahkan sebagian berada terpisah dengan bongkahan yang ada di puncak gundukan. Lebih turun sedikit, di belakang dua buah bangunan, di bawah grombolan bambu betung batu-batu itu tersembunyi di balik lapisan tanah merah.

Di puncak gundukan batu-batu telah tertata sebagai jalan berundak menuju sebuah altar untuk meletakkan sarana pemujaaan. Entah siapa yang menata ataupun memang seperti itu bentuk semula situs ini. “Tak pernah ada yang tahu persis karena memang hingga saat ini belum pernah ada penelitian secara mendalam tentang situs Setapan,” jelas Yosi, seorang pemuda pemerhati situs peninggalan sejarah.

Di bagian pojok belakang, batu-batu kecil sedikit melengkung telah terjejer, berderet hingga membentuk dua lingkaran yang menyatu menyerupai angka 8 terbaring. Di tengahnya tumbuh pohon perdu berukuran kecil, menimbulkan penampakan sebagai sebuah makam kuno.

Namun di balik kebingunan ketika melihat-lihat serakan batu, beberapa bentuk batu nampak tidak asing. “Bentuk ini merupaka sisa dari Yasti dan Anda. Itu bagian dari sebuah stupa,” imbuh Yosi.

Batu-batu kecil yang membentuk makam kuno rupanya adalah bagian dari “Anda”, dengan bentuknya yang melengkung adalah bagian dasar stupa apabila terpasang dengan lengkap dan sempurna.

Bentuk Yasti bisa dilihat dari bongkahan yang ada di samping kanan pintu masuk dan juga di bagian tengah diantara bebatuan yang tertata menenyerupai altar pemujaan.

“Yang jelas ini situs Buddhis. Bagian-bagian stupa yang nampak cukup untuk menjelaskan tentang situs ini adalah situs Buddhis,” Yosi menegaskan hasil analisanya.

Agak aneh memang, di Temanggung ternyata ada peninggalan situs Buddhis, karena dari banyaknya situs yang ditemukan di Temanggung hampir rata-rata bercorak Hindu. Namun tidak hanya dari penjelasan tentang bentuk batu yang tersisa, mitos mengenai situs Buddhis di kawasan ini kerap kali didengar oleh umat Buddha di sekitar Parakan.

Tidak jauh dari situs ini ada sebuah kampung yang terdapat umat Buddha. Salah satunya Pak Budi Harjo (Mbah Bud). “Dari beberapa cerita dulu dikatakan bahwa situs-situs yang ada di sebelah timur jalan raya merupakan situs Buddhis, sedangkan yang ada di sebelah barat jalan raya adalah situs Hindu,” terang Mbah Bud saat di temui di kediamannya sambil menyulut sebatang rokok.

Ada sebuah jalan raya yang membelah kota Parakan dan Ngadirejo, merupakan jalan penghubung kota Kendal dan Temanggung. Kawasan lereng sebelah timur Gunung Sindoro, pusat ditemukannya ratusan situs peninggalan masa lampau.

Beberapa masih bisa dilihat bentuk utuhnya sebagai sebuah candi seperti Pringapus dan Liyangan, namun yang lebih banyak sudah tak lagi berbentuk, hanya tinggal sisa-sisa bebatuan beserakan.

The post Situs Setapan, Stupa yang Terserak appeared first on BuddhaZine.

Sepenggal Kisah Vihara Ananda; Piyudan

$
0
0

Vihara Ananda berlokasi di Dusun Piyudan, Desa Padureso, Kecamatan Jumo, Temanggung. Berada di wilayah Temanggung Barat, vihara ini berdekatan dengan lereng Gunung Sindoro.

Walau berada di antara himpitan tembok warga dusun, namun memiliki prasarana yang cukup lengkap menjadikan segenap umat yang berjumlah kurang lebih 75 jiwa selalu bersemangat untuk melakukan kegiatan di vihara.

Seperangkat gamelan siap dimainkan, bertempat dalam ruangan di sebelah kanan ruang Dhammasala. Tak heran ketika perayaan hari besar seperti Waisak maupun Kathina para tamu undangan dan umat akan disajikan hiburan berupa gending-gending Jawa yang dimainkan oleh umat Buddhis Piyudan dan sekitarnya.

Secara usia, dibandingkan dengan vihara-vihara di Temangung Timur khususnya Kaloran, memang Vihara Ananda relatif lebih muda meski hanya terpaut beberapa tahun. Dilihat dari sejarah masuknya agama Buddha di Piyudan saja baru pada tahun 1969, sedangkan di Temanggung Timur sejak 1966/67.

Sepenggal kisah

Mbah Sukadi dan Mbah Gito adalah tokoh yang babat alas akan keberadaan agama Buddha di Dusun Piyudan hinga bedirinya Vihara Ananda.

“Jadi di Buddha ini rasanya ayom, ayem, mapan,” terang Mbah Sukadi, tokoh umat Buddha yang sudah berusia 83 tahun.

Selain rasa ajaran yang menjadikan Mbah Sukadi tertarik agama Buddha, namun ada kisah yang mengkondisikan untuk memilih agama Buddha. Sekitar tahun 1966/67 sebagian warga yang belum memeluk agama Buddha sering mendapatkan sikap yang kurang nyaman dari sekelompok orang yang mendatangi mereka ketika berkumpul.

“Lha wong kita ini cuma nongkrong, kumpul-kumpul sama tetangga kok ya dicurigai, diselidiki, seakan kita ini penjahat saja,” ungkap Mbah Sukadi mengenang kisah masa lalu.

Ketidaknyamanan itu rupanya mendorong Mbak Sukadi dan Mbah Gito mencari jalan keluar dengan belajar agama Buddha yang pada waktu itu sudah berkembang di wilayah Kaloran.

Awal perjuangan mereka bertemu dengan Pak Mangun, seorang Lurah yang juga tokoh umat Buddha dari Desa Giyono. Kemudian bertemu juga dengan Bu Mantri Jaswadi dan Pak Sukro yang sangat mendukung dan membantu perkembangan agama Buddha di Piyudan.

Kediaman Pak Sukro sebagai salah satu tempat bersejarah dalam perkembangan agama Buddha di Piyudan. Sebelum berdirinya vihara, rumah tinggal Pak Sukro menjadi tempat untuk pujabakti dan belajar Dhamma bagi umat Piyudan serta gabungan dari beberapa dusun terdekat.

The post Sepenggal Kisah Vihara Ananda; Piyudan appeared first on BuddhaZine.

Pringtali, Candi Tersembunyi di Perbukitan Menoreh

$
0
0

Di Kabupaten Kulonprogo, tepatnya di Dusun Pringtali, Desa Kebonharjo, Kecamatan Samigaluh, terdapat bangunan candi kecil unik berbentuk punden setinggi lebih kurang dua meter. Candi di kawasan perbukitan Menoreh ini dikenal sebagai Candi Pringtali. Lokasinya tersembunyi di lereng pinggir jalan alternatif Nanggulan-Samigaluh, persis di depan SD Kebonharjo.

Tak jelas bagaimana sejarah atau kisah di balik adanya candi ini. Yang jelas keberadaan lingga di depan candi merupakan bukti bahwa ini adalah candi Shiwa (Hindu). Meski demikian ada tokoh setempat yang menyebut bahwa ini adalah bekas candi Buddhis, dan berhubungan dengan keberadaan umat Buddha di Samigaluh.

Kurniawan, seorang warga setempat yang tinggal tak jauh dari candi menerangkan, memang warga tak ada yang tahu persis sejarah candi itu. Meski demikian, menurutnya warga masih merawat dan melestarikan keberadaan candi. Salah satunya dengan rutin mengadakan upacara adat kenduri Kembul Tumpeng Kepyur setiap bulan Sapar menurut penanggalan Jawa.

“Kalau warga banyak versi menyebutnya. Ada yang bilang Candi Bisu, Candi Mulyo dan ada lagi yang lainnya. Usianya juga tidak diketahui persisnya, tapi sama Borobudur mungkin tua sini,” katanya pada BuddhaZine belum lama ini.

Candi Pringtali ini sendiri bentuknya sudah tidak asli lagi. Sebab pada tahun 1980-an ada orang yang tidak bertanggungjawab membongkar bangunan candi. Orang yang diduga sakit jiwa tersebut kemudian mengembalikan batu-batu candi secara tidak sempurna. Akibatnya, ada beberapa bagian batu candi yang hilang dan tercecer di sekitar lokasi berdirinya candi.

The post Pringtali, Candi Tersembunyi di Perbukitan Menoreh appeared first on BuddhaZine.

Profil Vihara Surya Dharma Temanggung

$
0
0

Vihara ini berada di Dusun Ngadiroso RT 3/ RW 4, Desa Wonokerso, Kec. Pringsurat, Kab. Temanggung. Jumlah umat Buddha di sini sekitar 52 KK, atau sekitar 150 orang.

Kegiatan di vihara selama satu minggu pasti ada. Tetapi untuk keadaan seperti sekarang kegiatan pujabhakti dilakukan bergiliran per malam dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.

Untuk pujabhakti anjangsana ke rumah-rumah sementara diliburkan dulu.

Vihara ini sendiri diresmikan pada 27 Desember 2009 oleh Bhikkhu Jotidhammo Mahatera.

The post Profil Vihara Surya Dharma Temanggung appeared first on BuddhaZine.

Profil Vihara Metta Dhamma Kabupaten Semarang

$
0
0

Vihara ini beralamatkan di Dusun Ngasinan RT 1/RW 3, Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Jumlah umat di sini sebanyak 10 KK, atau sekitar 30 orang.

Umat melaksanakan puja bhakti rutin setiap malam di vihara. Kecuali malam Rabu Kliwon dan Rabu Legi karena dilaksanakan pujabhakti anjangsana ke rumah-rumah umat.

Vihara ini pertama kali didirikan pada tahun 1988, kemudian direnovasi yang diresmikan pada 24 juli 2018 oleh Bhikkhu Subhapanno Mahathera.

The post Profil Vihara Metta Dhamma Kabupaten Semarang appeared first on BuddhaZine.

Viewing all 222 articles
Browse latest View live